Selasa, 18 Mei 2010

MENGAPA HARUS BICARA?


RISANG B. SUTAWIJAYA

Rahasia Menyihir Massa
ALKISAH, Pardede, seorang fungsionaris partai mendapat tugas menjadi juru kampanye dalam suatu rapat terbuka di luar kota. Namun karena pesawatnya mengalami keterlambatan, ia terpaksa beberapa menit saat acara hampir bubar. Padahal tugas yang ia emban sangat penting, yakni melakukan agitasi publik agar mencoblos partainya dalam pemilu yang akan datang. Panitia terpaksa mencari jurkam cadangan untuk mengisi acara, dan ketika Pardede datang, ia hanya diberi waktu 15 menit.

Yah, 15 menit! Padahal ia sudah menyiapkan teks-teks provokatif, visi misi, program-program serta janji-janji partai. Habis sudah akalnya. Apalagi ketika ia tiba di podium, massa sudah menerikkan yel yel “huuuu”. Gemuruh menandakan kekecewaan. Secara psikologis, massa tampak telah menolak dirinya sejak menaiki tangga podium. Misi Pardede di ujung tanduk.

Harapan untuk menyajikan pidato politik yang benar menguap begitu saja di benak Pardede. Psikologi massa era demokrasi ini telah semakin kritis dan kadang anarkis. Hhh! Untunglah Pardede cepat berimprovisasi. Ia tahu harus meninggalkan rencana semula, dengan melupakan hafalan visi misi dan sejumlah progam partai, melupakan training yang sudah digemblengkan padanya sebulan yang lalu. Apa yang ia butuhkan adalah berpikir cepat, disiplin mental, dan reor¬ganisasi kilat. Semua harus bisa disajikan dalam beberapa menit dalam pertemuan tatap muka dengan massa yang bisa jadi mengambang atau berubah haluan politik.

Taruhannya benar-benar terlalu tinggi untuk memikirkan hal remeh-temeh. Ia tahu benar masa depan partai di masa dekat, serta kariernya sendiri, berada di bibir jurang. Pardede menjernihkan kepalanya. Ia paksakan dirinya untuk memusatkan pikiran.

Pidato usai dalam waktu 15 menit. Ketika massa bubar, Pardede menjatuhkan tubuhnya ke kursi, gundah dan khawatir pidato politiknya tidak berjalan dengan baik, meski terdengar aplaus tepuk tangan berkali-kali. Keesokan harinya, ketika hampir saja terbang pulang, ia mendapat telepon kejutan bahwa ia dikontrak untuk melakukan tour memberikan ceramah visi misi partai dan agitasi publik ke kota-kota di seluruh Indonesia.

Pada pemilu yang kemudian digelar, terjadi hal yang sangat mengejutkan. Partainya yang dianggap underdog terdongkrak dengan perolehan kursi jauh melebihi target yang diminta Dewan Pimpinan Pusat. Sampai detik ini, Pardede merasakan bahwa rahasia keberha¬silannya adalah berkat beberapa dari hal-hal yang akan Anda baca dalam buku ini.

Dewasa ini, barang siapa, atau partai apa saja, yang tidak tahu cara memainkan permainan psikologi dan komunikasi massa, berarti kerugian yang amat besar. Kampanye-kampanye politik gagal meraih simpati massa, karena juru kampanye yang kurang lihai dalam menjelaskan program-program partainya, meski program itu sangat bagus. Banyak pengajaran di kampus yang disampaikan dosen hanya membuat mahasiswa menguap dan akhirnya terlelap. Setengah dari pelamar kerja ditolak karena keteram¬pilan komunikasi verbal mereka dianggap kurang memadai.
Jika orang-orang penting ini terus menghadapi tembok yang gagal ditembus, sulit diba¬yangkan betapa rendahnya produktivitas bangsa. Betapa usaha-usaha yang telah dituang¬kan ke dalam pidato-pidato yang gagal karena alasan yang sama.
Dahulu kala ada peribahasa tong kosong nyaring bunyinya yang berarti orang yang banyak bicara, tidak ada ilmunya. Itu adalah pepatah zaman dahulu. Zaman digital ini kondisi sudah banyak berubah. Bicara bukan lagi hal yang dianggap negatif. Sebaliknya, bicara merupakan keterampilan spesifik yang banyak dikejar orang, termasuk mereka yang ingin menjadi pemimpin.
Berbagai pelatihan, buku-buku, dan artikel mengenai kepemimpinan menuliskan perlunya memiliki kemampuan dan keampuhan berbicara.

Mengapa Perlu Bicara?
Berkomunikasi artinya berbicara. Memimpin pun juga adalah berbicara. Seorang pemimpin harus berani berbicara di depan konstituennya. Banyak tokoh pemimpin dunia yang memiliki kemampuan berbicara yang luar biasa, misalnya: Churchill, Martin Luther King. Jr., Soekarno, Napoleon Bonaparte, bahkan juga tokoh antagonis, Adolf Hitler, Polpot. Pemimpin besar yang disegani namun kurang cakap berbicara sangat sedikit, di antaranya adalah Mahatma Gandi.
Apakah seorang pemimpin harus berbicara? Ya, seorang pemimpin perlu menyampaikan pemikiran dan visi-misinya kepada orang-orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin perlu meyakinkan para pengikutnya bahwa visinya tersebut memang layak untuk diikuti. Seorang pemimpin juga perlu memberikan inspirasi bagi pengikutnya agar mereka bersedia untuk bersama-sama mewujudkan visi yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin perlu memberikan petunjuk, arahan, dan informasi mengenai cara mewujudkan visi dan mencapai tujuan.
Semua ini perlu diungkapkan dengan berbagai cara, termasuk melalui bicara agar bisa didengar dan dipahami publik. Pengungkapan melalui bicara menjadi lebih hidup karena disertai dengan intonasi, raut muka, dan bahasa tubuh yang tidak dimiliki oleh cara komunikasi lainnya misalnya melalui tulisan. Jika ada keraguan mengenai apa yang disampaikan, maka keraguan tersebut bisa segera diselesaikan saat itu juga melalui pembicaraan langsung.
Misalnya Churchil, Perdana Menteri Inggris yang terkenal dengan pidatonya yang berapi-api dengan gaya bahasa yang runtut. Ia pernah menyampakan pidato berjudul, “Strugle for Human Right”. Demikian pula Martin Luther King yang melegenda dengan salah satu pidato yang berjudul ”I have a dream”. Polpot yang menjadi legenda Asia Tenggara dengan pidato politiknya, “Come to win”. Dan sejumlah politisi ahli pidato lain telah mengubah sejarah dunia.
Tidak harus seorang pemimpin besar yang harus pintar berbicara. Bahkan seorang ketua RT sekalipun dituntut untuk bisa mengutarakan pemikirannya untuk mengartikulasikan kepentingan warganya. Misalnya Emha Ainun Nadjib menjadi pusat perhatian publik karena orasi-orasi budayanya yang fenomenal. Setiap waktu padang mbulan, di masa kejayaannya, tak kurang dari 35.000 hadirin menyesaki kampung halamannya di Menturo, Jombang, Jawa Timur. Ia bisa mengerahkan banyak orang untuk berjuang bersama-sama dengannya memerangi ketidakadilan.
Tentunya setiap orang tidak ingin hanya didengar saja, tetapi juga ingin dipahami. Agar seorang pemimpin dapat dipahami, ia perlu berusaha memahami anak buahnya terlebih dulu, misalnya: keinginan, kebutuhan, kebingungan, keraguan, dan masalah mereka. Pemahamannya ini dijadikan kemudian diartikulasikan atau dibahasakan untuk disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Granville Togood mengatakan, seorang pemimpin harus bisa mengartikulasikan kepentingan publik agar mendapat legitimasi atas kepemimpinannya.
Contoh lain untuk berbicara agar bisa dipahami oleh berbagai jajaran di perusahaan, pemimpin perlu memahami dulu karakteristik dari tiap jajaran. Jika ingin berbicara dengan para staf, pemimpin perlu menggunakan ”bahasa” karyawan. Sebaliknya, jika ingin berbicara dengan para pimpinan tingkat menengah atau tingkat atas, pemimpin juga perlu menggunakan ”bahasa” yang berbeda, sehingga dapat dimengerti oleh sasaran pendengarnya.
Sebagai contoh untuk menyosialisasikan perlunya bersiap diri menghadapi pemilu, para juru kampanye ”berbicara” dalam beberapa ”bahasa”. Untuk rakyat kebanyakan, jurkam harus berbicara melalui bahasa rakyat. Untuk kaum intelektual, jurkam harus berbicara melalui forum dialog, talk show, dan sebagainya dengan bahasa ilmiah pula. Sementara itu di media elektronik, ataupun melalui berbagai artikel di surat kabar diperlukan bahasa popular.
Tujuan akhir dari ”berbicara” adalah ditindaklanjuti dengan tindakan. Jadi, setelah ”pembicaraan” dilakukan, diharapkan ada tindakan nyata yang dilakukan sebagai hasil dari pembicaraan. Agar bisa ditindaklanjuti, pembicaraan harus jelas, mudah dipahami, meyakinkan, dan menimbulkan inspirasi untuk bertindak.
Ambil contoh ketika Presiden John F. Kennedy menggugah rakyatnya dengan berbicara kepada mereka. Salah satu ungkapannya yang diutarakan secara lisan kepada rakyatnya ”Jangan tanyakan apa yang sudah negara lakukan untuk Anda, tetapi tanyakan apa yang telah Anda lakukan untuk negara,” berhasil membangkitkan rasa nasionalisme yang tinggi, dan menggugah rakyat untuk bertindak membela negara. Ungkapan ini juga sering ”dipinjam” oleh beberapa pemimpin lainnya untuk tujuan yang sama guna menggugah rasa nasionalisme, dan memberi inspirasi bagi rakyat untuk bertindak dan melakukan yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Sayangnya tidak semua juru pidato, orator, manajer dan para pemimpin mahir dalam berkomunikasi massa. Bisa dibayangkan bagaimana jika lebih dari setengah pidato, presentasi, ceramah, dan bentuk-bentuk komunikasi lain di seluruh dunia ini juga gagal karena komunikasi yang buruk? Apa rahasia pidato yang meyakinkan? Apa kunci sederhana untuk bisa menyihir massa yang kini makin kritis?

Kenapa Deg Deg Plas!
Sejumlah orang yang lebih memilih sakit gigi daripada berpidato, sekalipun hanya di depan anak-anak di TK. Ada orang yang perutnya menjadi begitu mual sampai malah benar-benar harus meninggalkan panggung selama beberapa menit. Ada orang yang mengalami kejutan dan untuk sesaat lupa diri, lupa apa yang harus dilakukan, dan lupa apa yang harus dikatakan. Deg deg plas! Hati menderedeg hafalan menghilang plas!
Namun ada orang yang kepribadiannya berubah begitu banyak ketika mereka berpidato, sampai Anda pangling melihat mereka. Ini semua adalah kenyataan bagian dari kehidupan. Tetapi tidak harus selalu demikian. Banyak orang yang memandang pidato di depan publik sebagai hal buruk yang harus dihindari dengan segala cara, akhirnya tercengang dan menyadari bahwa berpidato bisa benar-¬benar mengasyikkan.
Tak pelak lagi, kebanyakan orang menganggap pidato di depan publik lebih sebagai penghalang daripada kesempat¬an, lebih sebagai masalah daripada solusi. Tetapi kenyataan¬nya, yang benar adalah sebaliknya. Tidak ada kesempatan yang lebih besar untuk meraih produktivitas, keuntungan, dan imbalan daripada tindak membuka mulut untuk me¬maparkan isi hati dan pikiran Anda sendiri.
Setiap hari sekitar 200.000 orang menyajikan presentasi berbagai masalah yang berlainan di seantero dunia. Mereka berpidato di lapangan-lapangan, ruang-ruang seminar, kelas-kelas istimewa, pusat-pusat komunitas, masjid, gereja, dan tempat-¬tempat lain di mana banyak orang berkumpul. Sebagian berpidato tanpa imbalan, atau paling banter dengan imbalan honorarium kecil plus uang transport. Mereka berpidato tentang apa saja yang mereka ketahui: programing komputer, seni masak-memasak, energi alternatif, paranormal, materi-materi ilmiah, sampai dalil-dalil aqidah.
Kuasailah ruangan dan ¬pengaruhi pendengar, maka Anda akan mendapatkan banyak kemudahan untuk meyakinkan diri sendiri. Sukses melahirkan sukses, tepuk tangan tulus akan menyegarkan semangat seorang pembicara bak kratingdaeng. Mungkin saat ini Anda belum mendengar tepuk tangan setiap pidato Anda. Akan tetapi di setelah menutup buku ini, saya yakin tepuk tangan akan meriah dan tulus dalam kesempatan pidato Anda, lalu Anda akan rindu tepuk tangan hadirin setiap Anda menuju meja podium.
Lebih lanjut buku ini akan membahas tentang teknik memukau hadirin dan menyampaikan pesan dengan efektif dalam sebuah pidato. Namun sebagai pemahaman bersama, maka perlu saya ulas sedikit tentang definisi pidato. Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau bisa dikatakan sebagai public speaking. Tujuannya adalah menyatakan pendapat atau guna memberikan gambaran tentang suatu hal. Pidato biasanya digunakan oleh seorang pemimpin untuk membangun opini, mengkomunikasikan kebijakan dan lain-lain di depan banyak anak buahnya.
Jenis lain dari kata pidato adalah orasi. Istilah lain untuk pidato adalah orasi. Orasi merupakan kata kerja yang berasal dari bahasa Inggris: oration yang berarti berpidato. Atau dapat juga dari bahasa Latin : ōrātiō, ōrātiōn yang berarti pidato juga. Kata ōrātus, bentuk lampau dari ōrāre, artinya berbicara. Orasi adalah sebuah pidato formil, atau komunikasi oral formal yang disampaikan kepada hadirin. Antonim dari Orasi adalah mencetak (print), menulis (writing). Jenis orasi ada bermacam-macam, seperti ceramah, pidato, kultum, bahkan puisi merupakan bagian dari orasi, tetapi saat ini kata orasi mengalami penyempitan makna dan terkesan bermakna peyorasi, orasi dikenal dikalangan umum sebagai bentuk ungkapan melalui verbal yang disampaikan pada khalayak umum dan memiliki sifat persuasif.
Lalu, apa yang harus kita lakukan jika kita ingin berbicara yang menarik untuk didengar, mudah untuk dimengerti, dan inspiratif untuk mendorong adanya tindakan? Bicaralah dengan tegas, percaya diri, penuh keyakinan dan tanpa keraguan.
Percaya diri sangat penting bagi kesuksesan pidato Anda. Bayangkan jika ahli bedah kita mengatakan kepada Anda sebagai pasiennya dengan suara yang pelan, gemetar, dan penuh keraguan mengenai keahliannya melakukan pembedahan tumor di kepada kita? Bayangkan jika pilot pesawat yang kita tumpangi mengumumkan kepada para penumpang, bahwa ia tidak memiliki keyakinan terhadap kemampuannya sendiri untuk membawa penumpang ke tempat tujuan. Bagaimana jika, seorang pengacara berbicara kepada kliennya yang menghadapi tuntutan hukuman mati bahwa pengacara tersebut ragu kalau ia dapat memenangkan pertarungan di pengadilan untuk membela klien tersebut?
Banyak orator atau ahli pidato yang dilahirkan di bumi pertiwi ini. Di antaranya seperti Bung Karno dan Bung Tomo. Dalam pembahasan buku ini akan dikupas beberapa kelebihan tokoh tersebut untuk menggugah semangat belajar anda.

Ciri Khas Pidato Bung Karno
Demam panggung merupakan penyakit yang banyak menghinggapi orang yang akan naik panggung. Namun, berbeda dengan kebanyakan orang, lihatlah Bung Karno Presiden Indonesia yang pertama. Suaranya menggelegar saat berpidato. Semangatnya begitu berapi-api saat berada di depan pengeras suara. Meski ia sakit dan lesu darah, namun ketika harus berpidato di depan publik, tiba-tiba adrenalinnya langsung naik. Semangatnya berkobar-kobar dan lupa segala macam penyakit. Darahnya mengalir begitu lancar, selancar kata-katanya yang deras menghujani massa hingga membakar jiwa revolusioner sejati. Lihatlah pidatonya,

"Engkau tahu apakah Indonesia? Indonesia adalah pohon yang kuat dan indah ini. Indonesia adalah langit yang biru dan terang itu. Indonesia adalah mega putih yang lamban itu. Indonesia adalah udara yang hangat ini. Saudara-saudaraku yang tercinta, laut yang menderu memukul-mukul ke pantai di cahaya senja, bagiku adalah jiwanya Indonesia yang bergerak dalam gemuruhnya gelombang samudra. Bila kudengar anak-anak tertawa, aku mendengar Indonesia. Manakala aku menghirup bunga-bunga, aku menghirup Indonesia. Inilah arti tanah air kita bagiku."

Soekarno selalu berapi-api di atas podium. Seolah-olah ia tak mau berhenti berpidato. Di antara pidato Bung Karno yang terkenal berjudul, “Jas Merah : Jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Massa terus menyimak dan memberi tepuk tangan dengan gegap gemita. Walhasil, setelah pidato usai, sakit yang diderita Soekarno kembali kambuh dan harus dirawat kembali. Apa rahasia pidato Soekarno?
Untuk dapat tampil berpidato dan bertindak menyerupai Soekarno, atau tokoh idola Anda, Anda harus memulainya dengan berpikir secara benar, dengan sikap yang tepat. Public speaking bagi orang-orang tertentu memang bisa lebih menakutkan daripada harimau kumbang. Sekalipun Anda mempercayainya, pandangan sebaliknya perlu juga diperhatikan. Soekarno sejak indekos di rumah HOS Cokroaminoto telah membayangkan berpidato sebagai suatu kesempatan, dan bukan sebagai tugas yang perlu, wajib, tetapi tidak menyenangkan. Ia membayangkan berpidato sebagai hal yang mengasyikkan. Ini ia pelajari dari gaya pidato HOS Cokroaminoto yang memikat semua audiens ketika itu. Soekarno aktif mengikuti ke manapun bapak kostnya, yang kebetulan ketua Syarikat Islam itu, melakukan ceramah-ceramah keagamaan yang dibumbui kepentingan-kepentingan politiknya saat itu.
Soekarno yakin, bahwa berpidato tak ubahnya sebagai suatu per¬mainan atau olahraga yang menantang. Seperti permainan sepak bola atau tenis, pidato melibatkan
(1) pengetahuan tentang cara memainkan permainan itu,
(2) keterampilan yang telah dipelajari,
(3) timing yang baik,
(4) gerakan-gerakan yang tepat, dan
(5) latihan yang penuh disiplin.
Soekarno membayangkan dirinya sendiri sebagai orang yang sangat berharga, pantas dikagumi, mumpuni, dan sama sekali tidak malu¬-malu untuk menyikat kesempatan untuk memasukkan ruh perjuangan ke hati rakyat Indonesia waktu itu. Soekarno tahu tidak akan ada orang lain yang akan melakukannya, kecuali pejuang-pejuang yang sangat sedikit jumlahnya.
Kesempatan terdapat dua arti. Per¬tama adalah kesempatan mendapatkan keunggulan dalam agitasi, presentasi, negosiasi, transaksi, atau tugas menghasut publik dengan pikiran-pikiran inspiratif yang memberi pencerahan. Soekarno bermain dengan lugas, tertata baik, serius berpikir, dan tegar. Maka ia menunai keberhasilan. Butir-butir nasionalisme telah sukses ia semaikan dalam jantung rakyat pribumi.
Pidato spektakuler Soekarno memiliki tiga ciri yang khas :
1. Kompetensi. Jika bicara nasionalisme, Soekarno adalah penggagas nasionalisme sejak muda. Oleh karena itu, konsep-konsepnya tentang nasionalisme sudah sangat matang. Jika tidak, banyak orang lain yang dengan senang hati menggantikan perannya. Selain itu, Soekarno juga memiliki wawasan luas tentang perjuangan negara-negara Asia Afrika, Pan Islamisme, modernisasi, serta tidak melupakan nilai-nilai kebudayaan lokal. Ia juga memiliki keterampilan berbagai bahasa.
2. Kejelasan. Soekarno mampu melihat lebih jauh tentang nasib bangsanya. Ia peka terhadap apa yang sedang terjadi dalam jiwa rakyatnya, memiliki perspektif serta wawasan historis, memahami trend-trend, dan mampu membuat proyeksi yang cukup akurat ke masa depan. Pikiran Soekarno menerima bahwa perubahan bukan hanya tak terhindarkan, tetapi sering kali justru dikehendaki. Kesediaan sebuah bangsa untuk menerima perubahan, membuang berbagai hal jika perlu, dan bahkan mulai dari nol besar lagi, adalah keunggulan masa depan. Soekarno bahwa disebut mempunyai visi. Tak perlu menjadi orang senior untuk mempunyai visi, tetapi Soekarno yakin cepat atau lambat ia akan menarik perhatian orang-orang senior.
3. Komunikasi. Ini adalah unsur yang paling sering absen. Soekarno mampu berbagi pengetahuan dan informasi dengan rakyat. Ini tidak dicantumkan dalam panduan kerja, tetapi Soekarno mampu menjadi penerjemah yang menjelaskan hukum, atau gerakan dunia baru. Itulah yang membawa Soekarno menjadi pemimpin.

Seseorang tidak bisa mempunyai kompetensi dan kejelasan tanpa unsur ketiga yang vital yakni komunikasi. Tidak ada gunanya orang mampu mengenali sesuatu masalah dan mempunyai gagasan yang jelas mengenai cara mengatasi masalah itu jika orang itu tidak bisa berkomunikasi.
Jika Anda menghendaki berbagai hal terwujud, Anda harus mulai berbicara. Mereka yang berbicara dengan baik selalu berjaya. Mereka yang berbicara terbaik selalu me¬mimpin.
Kepemimpinan yang baik adalah esensi dari masa depan dunia usaha, dan Anda tidak bisa mempunyai kepemimpinan tanpa kompetensi. Tetapi Anda tidak perlu menjadi pemimpin untuk menjadi kompeten.
Kompetensi adalah nilai tambah yang disumbangkan oleh keterampilan berkomunikasi yang baik pada keterampilan pekerjaan yang bisa dipasarkan serta sikap memandang ke depan yang sehat. Kombinasi itu bisa sangat memikat, dan biasanya terwujud sebagai peningkatan yang mantap dari jajaran yang satu ke jajaran lebih tinggi dalam organisasi apa pun.
Kompetensi adalah langkah logis berikutnya bagi siapa pun yang memikirkan cara untuk maju. Anda harus tahu apa yang sedang Anda lakukan, dan tahu apa yang bisa Anda lakukan dengan baik, Anda harus bersedia memeluk perubahan, dan Anda harus pandai-pandai membawakan diri dan bertatap-muka dengan orang-orang lain. Dan relita sudah cukup jelas: di masa mendatang, kompetensi public speaking akan merupakan kebutuhan, bukan pilihan.

Tidak ada komentar: